Oleh Nurul Fauziyyah
Belajar merupakan proses mengetahui apa yang sebelumnya tidak diketahui dan meningkatkan ilmu pengetahuan bukan hanya melalui bangku sekolah atau perguruan tinggi. Tak sedikit yang memiliki mindset yang perlu diperbaiki mengenai pemaknaan belajar sehingga menyebabkan mereka merasa tertekan bukan terbebaskan dari kebutaan pengetahuan.
Apalagi di era yang serba teknologi ini. Pemanfaatan teknologi dalam proses belajar sudah menjadi hal yang lumrah guna mempermudah dan meningkatkan kualitas pembelajaran. Akan tetapi, jangan salah kaprah karena bukan sekadar kecanggihan teknologi yang dibutuhkan dalam pembelajaran era ini, namun juga kemampuan pendidik untuk lebih memahami kondisi dan kemampuan peserta didik agar tak salah memilih metode dan pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan mereka dan perkembangan zaman. Inovasi dan kolaborasi juga menjadi kunci dalam keberhasilan pembelajaran era ini.
Sejalan dengan hal tersebut, pemerintah meluncurkan kebijakan baru yang menyelaraskan perkembangan zaman dan kebutuhan industri yaitu “merdeka belajar.” Menurut Nadiem Makarim, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, merdeka belajar dicanangkan untuk memberikan kebebasan yang bertanggung jawab dan otonomi kepada lembaga Pendidikan untuk terlepas dari birokrasi vang berbelit serta mahasiswa diberikan kebebasan untuk memilih bidang yang mereka sukai.
Adapun bentuk kegiatan pembelajaran sesuai dengan Permendikbud No 3 Tahun 2020 Pasal 15 ayat 1 yang dapat dilakukan di dalam Program Studi dan di luar Program Studi adalah sebagai berikut.
Peserta didik era ini tidak lagi membutuhkan pembelajaran yang hanya satu arah atau lecturing. Mereka butuh untuk membuka mata terhadap hal yang sedang atau akan terjadi. Mempelajari teori kemudian langsung diaplikasikan penerapannya pada dunia nyata di sekitar mereka, baik dalam bentuk argumentasi atau opini ataupun langsung tindakan praktikal. Belajar yang memberikan kebebasan untuk menentukan gaya belajar mereka dan topik pengayaan yang bervariasi serta memiliki layer level untuk dipilih.
Keberhasilan menciptakan iklim kelas yang tak terlupakan dan memberikan kesan menyenangkan merupakan intervensi dari segala pihak terutama pendidik. Menjadi pendidik yang menarik dengan sejuta ide kreatif dalam menyampaikan dan membuka wawasan serta ilmu pengetahuan bagi peserta didik merupakan bekal penting seorang pendidik era ini. Teknologi memang dibutuhkan guna memudahkan proses Pendidikan yang lebih maju dan baik lagi, namun lebih dari itu, memahami karakter dan kondisi peserta didik tak bisa terelakkan untuk dilaksanakan jika ingin proses belajar menjadi menyenangkan. Sejalan dengan smart education yang merupakan konsep penggambaran pembelajaran di dunia digital yang dirancang dan disesuaikan dengan kebutuhan generasi digital. Teknologi dan perangkat pintar adalah dasar dari smart education (Fauziyyah, N., 2019). Beberapa hal yang bisa dilakukan pendidik jika ingin menciptakan iklim kelas yang asik dan menjadi pendidik yang menyenangkan.
Berempati pada peserta didik
Terlibat secara empati membuat seseorang akan secara tidak langsung lebih mudah masuk ke dalam dunia orang lain. Namun ingatlah bahwa empati bukan taktik networking untuk dipelajari dan diambil keuntungannya. Empati adalah kekuatan yang tak terelakkan dari pendekatan berdasarkan kemurahan hati dan pengertian. Saat pendidik meluangkan waktu untuk melihat dari perspektif orang lain, pendidik akan bersimpati pada perasaan dan gagasannya lalu kemudian bisa masuk ke dalam dunianya dan mengambil hatinya.
“The Law of The Picture” oleh John Maxwell dalam bukunya “The 21 Irrefutable Laws of Leadership” menyatakah bahwa orang-orang melakukan apa yang mereka saksikan. Kadang muncul kendala yang membuat kita agak sulit untuk masuk ke dunia atau memengaruhi orang lain karena belum pernah atau jarang bertemu ataupun karena berbeda frekuensi, namun ada cara untuk memengaruhi seseorang agar memiliki sikap yang kita inginkan, yaitu:
Orang tertarik pada sosok yang peduli pada apa yang menjadi minat mereka. Kemampuan memengaruhi sangat ditentukan oleh kepercayaan. Semakin besar kepercayaan yang didapat, semakin besar seseorang memengaruhi pihak lain. Bicaralah sesuai dengan minar orang lain. Saat kamu memasukkan minat orang lain ke dalam minatmu, kamu akan mendapati bahwa minatmu terpenuhi saat berada dalam proses membantu orang lain.Dua poin kunci untuk menaruh minat pada minat orang lain di zaman sekarang adalah hubungan manusia selalu lebih mudah jika dimulai dengan rasa suka dan potensi untuk konektivitas relasional itu sangat besar. Intinya, pendidik harus menjadi benar-benar tertarik dengan peserta didik sebelum mengharapkan mereka tertarik padamu dan pada kelasmu.
Awali dengan kesan positif
Keterlibatan peserta didik saat awal menyusun kontrak belajar dan metode belajar serta hal lain yang terkait pembelajaran sangatlah dibutuhkan guna mengakomodasi kebutuhan dan keinginan dari seluruh pihak yang terlibat di dalamnya. Dengan begitu para peserta didik juga akan merasa memiliki kelas karena suaranya didengarkan dan keberadannya dihargai. Saat kita mengakui nilai yang seseorang miliki, kita menciptakan suasana yang positif untuk komunikasi terbuka. Pendidik terbaik akan meluangkan waktu untuk mencari tahu bagaimana setiap anggota kelas berpikir dan bertindak.
Ciptakan lingkungan yang mendorong semangat. Menurut “John Carlson” hal tersebut dapat dilakukan melalui:
Terkadang ada sikap atau perilaku yang agaknya perlu diubah atau diperbaiki dari peserta didik dan hal tersebut bisa dilakukan dengan cara mengubah level kehormatan yang diterima peserta didik dengan memberikan reputasi bagus yang diembannya, “the art of possibility,” menjadi potensi untuk menumbuhkan kehebatan dalam diri seseorang.
Ajarkan pada peserta didik untuk menerima kesalahan sebagai proses menuju kemajuan
Dalam kehidupan, terkadang kesalahan adalah produk dari keadaan. Tidak selalu kegagalan dalam pekerjaan disebabkan oleh ketidakmampuan kita. Kita bisa mengalami kegagalan karena hati dan otak kita berada di tempat lain akibat masalah yang kita alami di rumah atau di tempat lain. Kesalahan dan kegagalan muncul dari seluruh sudut kehidupan dan oleh karena itu, kesalahan dan kegagalan ini harus ditangani sebagai hal yang dibisa ditebus dan tidak perlu digembar-gemborkan atau malah dipermalukan di depan kawan.
Hal tersebut bisa dicontohkan dari diri pendidik itu sendiri. Pendidik juga manusia. Jika memang pendidik berbuat salah, akui kesalah secara elegan dan minta maaf. Menurut Marshall Goldsmith, tidak ada yang mengharapkan pendidik selalu benar. Namun, saat pendidik salah, mereka pasti berharap pendidik mau bersikap ksatria. Dengan demikian, kesalahan merupakan sebuah kesempatan untuk menunjukkan pribadi dan pendidik macam apa kita. Berani dan bijak mengakui kesalahan, lalu sertakan keyakinan dan bukti bahwa setelahnya tidak akan terulang bahkan kita akan menjadi jauh lebih baik.
Ajarkan untuk mampu memaafkan dan mengingatkan
Memaafkan dan mengingatkan merupakan jalan penting untuk dapat belajar dari kesalahan dan mengubah perilaku. Charlene Li dalam bukunya “Open Leadership” menyatakan bahwa ada lima tindakan yang dapat digunakan untuk menanamkan pertahanan dalam organisasi yang bisa diaplikasikan dalam pendidikan, yaitu:
Tak jarang memang dalam kelas muncul kondisi salah satu peserta didik melakukan kesalahan dan tak dapat melakukan pembelaan. Ada baiknya sebagai pendidik menolong dan memberikan contoh baik bahwa tak sepatutnya memperolok seseorang di depan umum. Hal-hal yang dapat dilakukan untuk menyelamatkan muka seseorang setelah melakukan kesalahan menurut “Charlene Li” adalah sebagai berikut.
Di sekolah, kita terbiasa dihargai karena tidak melakukan kesalahan. Kemudian lulus dan mendapat pekerjaan, dan seringkali dipromosikan karena kita membuat hanya sedikit sekali kesalahan. Dan munculan paradigma bahwa kesalahan harus dihindari sebisa mungkin. Dalam dunia militer diajarkan bahwa seberapa kuat usaha dan seberapa andal dirimu itu tidak penting. Satu, kamu akan membuat kesalahan; dua, terkadang peristiwa atau musuh atau sebuah situasi yang berubah menjadikan kamu tidak sukses, kamu gagal, namun kamu merasa tidak keberatan akan hal tersebut karena itu adalah proses pembelajaran. Itu yang seharusnya patut dicontoh dalam dunia Pendidikan bukan malah mencemooh.
Pendidik itu teman belajar bukan bos dalam kelas
Pemilihan diksi yang selama ini ditemui adalah pendidik terkesan sebagai bos yang terbiasa untuk menyuruh ini itu pada peserta didik. Semua perkataannya harus dituruti jika tidak maka akan berpengaruh pada nilai. Iklim tidak sehat tersebut secara terus-menerus tercipta tanpa sadar mengakibatkan peserta didik enggan untuk terbuka dan berkenan untuk bersuara.
Ada hal yang bisa dilakukan pendidik untuk keluar dari permasalahan ini. “Bertanyalah. Hindari kesan memerintah!” Dengan bertanya, pendidik membuat peserta didik yang ingin kita pengaruhi menjadi lebih terlibat. Melontarkan sebuah pertanyaan tidak hanya membuat perintah terdengar lebih indah dan mengurangi rasa jengkel, seringkali tindakan ini memancing kreativitas dan inovasi dalam memecahkan masalah yang ada. Orang-orang cenderung mengikuti sebuah jalan yang baru jika mereka terlibat dalam pembentukan jalan tersebut.
Pada dasarnya manusia tidak suka diperintah dan kita tahu itu. Namun, pendidik begitu enggan untuk bertanya karena mereka tidak tahu seperti apa respon yang akan didapat nantinya dan mereka tidak mau ada tindakan atau pemikiran yang berlawanan dengan apa yang mereka kehendaki. Berikut contoh pertanyaan pendekatan yang bisa dilontarkan ke peserta didik,
“Menurutmu.. kamu benar-benar andal dalam hal apa? Apa tujuan-tujuanmu tahun depan? Dalam bidang apa menurutmu sebaiknya kau mengasah kemampuan atau keahlianmu agar kamu dapat mencapai tujuan-tujuan tersebut?”
Apresiasi setiap kemajuan dan usaha peserta didik sekecil apapun progresnya
Pujian dan semangat merupakan dua elemen penting dalam memotivasi seseorang untuk mewujudkan potensi mereka, dan untuk memperbaiki atau mengatasi tantangan. Apresiasi dapat dilakukan dengan cara:
Yang canggih belum tentu yang terbaik
Sesuaikan dengan kondisi dan kemampuan peserta didik. Gunakan media yang paling bisa dijangkau secara mayoritas oleh para peserta didik dan maksimalkan kegunaannya sekreatif mungkin. Ide datang kadang dalam ketersudutan. Tersudut untuk menciptakan iklim belajar yang tetap asik dan menarik melalui media yang tak melulu canggih dari segi teknologi.
Berikan tantangan. Hal tersebut bisa membangkitkan semangat dan jiwa juang peserta didik untuk menjadi versi yang lebih baik. Berikan soal atau tugas dengan berbagai level untuk mendorong peserta didik agar terus naik level dan skor juga dibedakan. Bahkan jika memungkinkan berikan reward atas pencapaian peserta didik yang sudah menunjukkan progres luar biasa.
Referensi
Carnagie, Dale & Associates. (2011). How to Win Friends & Influence People in the Digital Age. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Kemendikbud Ri. (2020). Panduan Medeka Belajar-Kampus Merdeka. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Kemendikbud RI.
Fauziyyah, N. (2019). The Potential of Augmented Reality to Transform Education Into Smart Education. Jurnal PAJAR (Pendidikan dan Pengajaran), 3(4), 966-973.
Murray, Kevin. (2015). The Language of Leaders. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Pranoti, Iwan dan Agung Nugroho. (2019). Kasmaran Berilmu Pengetahuan. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Walker, Timothy D. (2017). Mengajar Seperti Finlandia. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.
Anomin. (2020). “Kebijakan Pendidikan di Perguruan Tinggi.” Kompasiana.com. diakses pada 27 Oktober 2021 dari https://www.kompasiana.com/rosapm/607ae5f18ede4868781269f4/kebijakan-pendidikan-di-perguruan-tinggi.